RSS

Karya fotografi saya (masih belajar)



Foto foto diatas diambil saat aku menjadi relawan Merapi di GOR UNY



karya pertama saya
salah satu anggota JOGJA hip hop foundation
waktu acara biennale


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Analisis Perjanjian ACFTA

Pada tahun 1991 para pemimpin negara anggota ASEAN sepakat untuk membentuk kawasan perdagangan bebas ASEAN. Barulah kemudian pada tahun 1996 RRC secara resmi menjadi salah satu dialog partner sekaligus mitra strategis bagi ASEAN, kemudian pada bulan Nopember tahun 2000 bertepatan dengan KTT ASEAN-RRC, seluruh Kepala Negara menyepakati gagasan pembentukan ACFTA yang dilanjutkan dengan pembentu-kan ASEAN – RRC Economic Expert Group pada bulan Maret 2001.

Kerjasama dengan RRC tidak dipungkiri merupakan potensi pengembangan pasar yang sangat besar bagi kurang lebih 1.3 milyar penduduk RRC yang merupakan potensi market di Negara dengan populasi terpadat di dunia. Potensi sebagai FTA terbesar didunia secara populasi dan terbesar ketiga didunia secara ekonomi tersebut membuat kepala Negara sepakat menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and the RRC pada bulan Nopember tahun 2002, dalam hal ini Republik Indonesia diwakili oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

Selama 2 (dua) tahun perundingan berjalan akhirnya kesepakatan ACFTA pun disepakati dan ditandai dengan penandatangan Agreement on Trade in Goods pada bulan Nopember tahun 2004, Indonesia pada saat itu diwakili oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu.

Pembukaan pasar merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan Cina, yang disebut dengan ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA). Produk-produk impor dari ASEAN dan China akan lebih mudah masuk ke Indonesia dan lebih murah karena adanya pengurangan tarif dan penghapusan tarif, serta tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun (Dewitari,dkk 2009). Sebaliknya, Indonesia juga memiliki kesempatan yang sama untuk memasuki pasar dalam negri negara-negara ASEAN dan Cina. Beberapa kalangan menerima pemberlakuan ACFTA sebagai kesempatan, tetapi di sisi lain ada juga yang menolaknya karena dipandang sebagai ancaman.

Dalam ACFTA, kesempatan atau ancaman (Jiwayana, 2010) ditunjukkan bahwa bagi kalangan penerima, ACFTA dipandang positif karena bisa memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia. Pertama, Indonesia akan memiliki pemasukan tambahan dari PPN produk-produk baru yang masuk ke Indonesia. Tambahan pemasukan itu seiring dengan makin banyaknya obyek pajak dalam bentuk jenis dan jumlah produk yang masuk ke Indonesia. Beragamnya produk China yang masuk ke Indonesia dinilai berpotensi besar mendatangkan pendapatan pajak bagi pemerintah. Kedua, persaingan usaha yang muncul akibat ACFTA diharapkan memicu persaingan harga yang kompetitif sehingga pada akhirnya akan menguntungkan konsumen (penduduk / pedagang Indonesia).

Terbukanya pasar , dimana hampir 80% lebih tarif yang menggunakan skema ACFTA telah mencapai zero percent hal ini membuka peluang baik dari segi penetrasi pasar produk Indonesia ke RRT, maupun terbuka lebarnya sumber bahan baku (material) yang dibutuhkan sektor industri dalam negeri sehingga dapat bersaing secara kompetitif, mengingat Indonesia bukanlah negara tujuan ekspor ataupun importir utama bagi RRC. Dari segi investasi ataupun penanaman modal hal ini membawa pengaruh yang cukup baik, mengingat kebijakan pemerintah RRC yang berencana merestrukturisasi perekonomian mereka dengan melakukan ekspansi dan investasi di luar negeri. Hal ini membawa Indonesia sebagai potensial market yang dapat menarik investor RRC untuk membuka perusahaan sebagai basis produksi dan menanamkan modal mereka di Indonesia.

Tantangan terberat Indonesia sebenarnya lebih kepada faktor di dalam negeri diantaranya, pembenahan sektor pendukung industri dan pertanian seperti kesiapan energi, kualitas tenaga kerja, sistem perbankan baik dari segi suku bunga pinjaman, pembiayaan dan lain-lain, agar dapat mendorong pertumbuhan industri.

Berikutnya perlu memperbaiki sistem logistik nasional yang memungkinkan pergerakan barang, modal dan tenaga kerja agar semakin efisien di berbagai sektor. Kemudian peningkatan pengawasan dibatas perdagang-an Indonesia sehingga dapat menghalau serbuan produk illegal.

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalaha peningkatan pengamanan pasar diantaranya dengan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang didukung kesiapan baik secara infrastruktur laboratorium maupun sumber daya manusia yang kompeten. Serta bantuan ataupun program pembinaan dan peningkatan mutu produk, yang dapat mengungguli kualitas produk luar negeri.

Bila kalangan penerima memandang ACFTA sebagai kesempatan, kalangan yang menolak memandang ACFTA sebagai ancaman dengan berbagai alasan. ACFTA, di antaranya, berpotensi membangkrutkan banyak perusahaan dalam negeri. Bangkrutnya perusahaan dalam negeri merupakan imbas dari membanjirnya produk China yang ditakutkan dan memang sudah terbukti memiliki harga lebih murah. Secara perlahan ketika kelangsungan industri mengalami kebangkrutan maka pekerja lokal pun akan terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). Bila kalangan penerima memandang ACFTA sebagai kesempatan, kalangan yang menolak memandang ACFTA sebagai ancaman dengan berbagai alasan. ACFTA, di antaranya, berpotensi membangkrutkan banyak perusahaan dalam negeri. Bangkrutnya perusahaan dalam negeri merupakan imbas dari membanjirnya produk China yang ditakutkan dan memang sudah terbukti memiliki harga lebih murah. Secara perlahan ketika kelangsungan industri mengalami kebangkrutan maka pekerja lokal pun akan terancam pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pemerintah menindaklanjuti permasalahan yang ada dengan melakukan analisis terhadap sektor industri yang terancam dengan pemberlakuan ACFTA melalui metode analisis Revealed Comparative Advantage dan indikator makroekonomi lainnya maka muncul 228 Tarif Line dari 12 sektor yaitu sektor Industri besi dan baja, tekstil dan produk tekstil, mesin, elektronik, Kimia anorganik, petrokimia, furniture, kosmetik, jamu, alas kaki, produk industri kecil, dan sektor industri maritim. Sektor-sektor tersebut dirasakan akan mengalami dampak pelemahan apabila ACFTA tetap diimplementasikan secara penuh tanpa penundaan.

Oleh karena itu, berbagai langkah telah ditempuh Pemerintah sebagai upaya menyikapi pemberlakuan penuh ASEAN-China FTA. Diantaranya mengirimkan surat kepada Sekretaris Jenderal ASEAN pada tanggal 31 Desember 2009 yang menyatakan bahwa Indonesia tetap pada komitmennya, namun terdapat beberapa sektor yang bermasalah, untuk itu ingin melakukan pembahasan. Kemudian mengingat permasalahan yang dihadapi bersifat lintas sektor, maka dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian telah dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Hambatan Perdagangan dan Industri pada tanggal yang sama untuk melakukan pembahasan bersama berbagai usaha di tanah Air.

Pembahasan sektoral ini bertujuan untuk memetakan kondisi masing-masing sektor secara akurat, mengidentifikasi permasalahan secara jelas, dan menyusun rekomendasi kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah yang dihadapi sektor yang bersangkutan. Tim teknis yang dibentuk fokus kepada penguatan daya saing global, pengamanan pasar domestik, serta penguatan ekspor.

1. Penguatan daya saing global

Upaya dalam penguatan daya saing global dilakukan dari sisi

(1) isu domestik yang meliputi :

  • Penataan lahan dan kawasan industri;
  • Pembenahan infrastruktur dan energi;
  • Pemberian insentif (pajak maupun non pajak lainnya);
  • Membangun kawasan ekonomi khusus (KEK);
  • Perluasan akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga (KUR, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, modal ventura, keuangan syariah, anjak piutang, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dsb);
  • Pembenahan sistem logistik;
  • Perbaikan pelayanan publik (NSW, PTSP/SPIPISE dsb) Penyederhanaan peraturan;
  • Peningkatan kapasitas ketenaga- kerjaan.

(2) pengawasan di border yang meliputi:

  • Peningkatan pengawasan ke-tentuan impor dan ekspor dalam pelaksanaan FTA;
  • Menerapkan Early Warning System untuk pemantauan dini terhadap kemungkinan terjadi-nya lonjakan impor;
  • Pengetatan pengawasan peng-gunaan Surat Keterangan Asal barang (SKA) dari Negara Negara mitra FTA;
  • Pengawasan awal terhadap kepatuhan SNI, Label, Ingridien, kadaluarsa, kesehatan, lingkung-an, security dsb;
  • Penerapan instrumen perda-gangan yang diperbolehkan WTO (safeguard measures) terhadap industry yang mengalami ke-rugian yang serius (seriously injury) akibat tekanan impor (import surges);
  • Penerapan instrumen anti dumping dan countervailing duties atas importasi yang unfair.

2. Pengamanan pasar domestik

  • Peredaran barang di pasar Lokal
  • Task Force pengawasan peredaran barang yang tidak sesuai dengan ketentuan perlindungan konsumen dan industri
  • Kewajiban penggunaan label dan manual berbahasa Indonesia
  • Promosi penggunaan produksi dalam negeri
  • Mengawasi efektifitas promosi penggunaan produksi dalam negeri (Inpres No 2 tahun 2009)
  • Mengalakkan program 100% Cinta Indonesia dan Industri Kreatif.

3. Penguatan ekspor

  • Mengoptimalkan peluang pasar RRC dan ASEAN
  • Penguatan peran perwakilan luar negeri (ATDAG/TPC)
  • Promosi Pariwisata, perdagangan dan Investasi (TTI)
  • Penanggulangan masalah dan kasus ekspor,
  • Pengawasan SKA Indonesia
  • Peningkatan peran LPEI dalam mendukung pembiayaan ekspor

Usaha-usaha yang dilakukan tersebut menunjukan bukti keseriusan pemerintah dalam menghadapi persaingan pasar bebas tidak hanya dengan RRT namun dengan negara mitra dagang lainnya yang mempunyai perjanjian FTA dengan pemerintah RI.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Good Governance

Tata Pemerintahan yang baik (Good Governance), lebih menekankan pada pola hubungan yang sebaik-baiknya antar elemen yang ada. Di tingkat perdesa konsep Tata Pemerintahan (Good Governance) merujuk pada pola hubungan antara pemerintah desa dengan masyarakat, kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi dan kelembagaan sosial/budaya dalam upaya menciptakan kesepakatan bersama menyangkut pengaturan proses pemerintahan. Hubungan yang diidealkan adalah sebuah hubungan yang seimbang dan proporsional antara empat kelembagaan desa tersebut.

Penerapan Good Governance diharapkan pemerintah desa yang sudah otonom dari pemerintahan atasnya, dengan mensyaratkan masyarakat ikut serta terlibat dan mengawasi jalannya pengelolaan pemerintahan desa. Dengan demikian semangat yang melingkupi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya keseimbangan peran, antara pemerintah desa, kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi dan kelembagaan sosial/budaya dalam pengelolaan pemerintahan desa. Dalam pelaksanaannya, ada beberapa prinsip dalam Good Governance, yaitu :

1. Partisipasi

Semua orang mempunyai suara dan terlibat dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan atas adanya kebebasan untuk berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif, partisipasi yang dilakukan bukan semata tindakan mobilisasi ataupun kolekfitas, namun sebagai suatu kebetuhan person dalam mewarnai dan memberikan aroma dalam wadah lembaga organisasi yang independen.

2. Supremasi hukum

Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, terutama hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusa.

3. Transparansi

Transparansi dibangun atas dasar terbukanya informasi secara bebas. Seluruh proses pemerintahan atau lembaga adminstrasi dapat memberikan informasi yang dapat dakses oleh semua pihak. Transparansi di interpretasikan tembus pandang, sama-samar, keterbukaan bukan dari demensi bidang keuangan saja, namun lebih menyeluruh pada multi demensi bidang lainnya.

4. Cepat tanggap

Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak, dengan responbiltas yang tinggi.

5. Membangun konsensus

Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan public dengan kepentingan kebijakan, dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin konsensus kebijakan-kebijakan serta prosedur-prosedur, muncul dan tumbuh dari masyarakat atau opini publik.

6. Kesetaraan

Semua orang mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.

7. Efektif dan efsien

Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin dan berdaya guna.

8. Bertanggungjawab

Para pengambil keputusan di pemerintah, kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi, kelembagaan sosial bertanggung jawab baik kepada seluruh masyarakat. Pertanggungjawabannya dalam bentuk pertanggungjawaban politik, pertanggungjawaban hukum, pertanggungjawaban profesional, pertanggungjawaban keuangan dan pertanggungjawaban moral

9. Visi strategis

Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerntahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

Good Governance adalah lembaga non profit oriented, yang mengemban fungsi dalam mengelola administrasi pemerintahan, konsep Pemerintahan yang baik dari pusat sampai dengan di perdesaan dapat merubah main set serta workframe bernegara, dengan suatu konsesus nasional dengan tidak mengkonsumsi anggaran masyarakat, dan tetap berpihak pada kepentingan masyarakat khususnya kepentingan rakyat miskin atau masyarakat yang termarjinalkan dalam paradigma dan realitas pembangunan. Sebagai lembaga non profit oriented sangatlah diharamkan dalam memberikan pelayanan meligitimasi pungli kedalam aktulisasi pekerjaannya.

Mengemban jabatan lingkup birokrasi, muncul berbagai mitos dalam mengaktulitasasi pekerjaan merupakan beban tanggungjawab memberikan penghidupan bawahan/staf/jabatan setingkat diatasnya, melalui pendapatan tambahan diluar pendapatan yang merupakan porsi dari pekerjaan pelayanan kepada masyarakat.

Dengan mengusung suatu Program/proyek, yang belum dilakukan suatu kajian secara konfrehensif, apakah program/proyek merupakan suatu kebutuhan masyarakat, atau kebutuhan pemangku kepentingan pejabat birokrasi.

Mediasi pelayanan publik dengan skema birokrasi yang profesional dan resposif. Dalam mewujudkan selogan dan paradigma birokrasi yaitu ”birokrasi yang bersih atau terlepas dari KKN” pada awal reformasi telah bergulir (1998), namun kenyataannya sampai detik ini, birokrasi kita hanya berjalan ditempat, tanpa adanya hastrat untuk merubah dan hanya sebagai isapan jempol dari kubu reformasi.

Departemen dan instansi merupakan suatu lembaga penggerak dalam melakukan mediasi pelayanan publik yang kesesuaiannya berdasarkan hak-haka dasar masyarakat secara absolut, keterkaitan pelayanan masyarakat oleh birokrasi, tidak mutlak hanya dijalankan oleh para birokrat, namun diisi pulah para cedekiawan-2, dan partisan partai yang kononnya dan acapkali bersinggungan langsung dengan masyarakat.

Untuk lebih jauh memahami pemerintahan dalam melaksanakan tugas kesehari-hariannya melalui organisasi birokrasi, maka kita meletakan landasan teori birokrasi adalah sebagai berikut :

Menurut Peter M. Blau (2000:4), Birokrasi adalah “tipe organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas administratif dalam skala besar dengan cara mengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis”.

Titik kritis dari definisi di atas adalah bahwa birokrasi merupakan alat untuk memuluskan atau mempermudah jalannya penerapan kebijakan pemerintah dalam upaya melayani masyarakat dengan tetap melakukan koordinasi antar/intra instansi atau departemen, secara sistematis, akurat dan efesiensi bukan suatu kewenangan perintah kepada masyarakat melakukan kebijakan yang orogan.

Pelaksanaan tugas-tugas pengadministrasian dari suatu aktivitas masyarakat dengan memberikan kemudahan dan kemurahan, membukukan dan pengagendaan berkas, tanpa adanya konpensasi atau balas jasa yang diambil dari suatu aktivitas masyarakat, dengan harapan pelaksanaannya secara menyeluruh dan transparan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

rencana hari ini

dua minggu lagi UAS

UAS sama aja deadline tugas-tugas praktikum semester ini
dan yang paling berat adalah INTERNSHIP!!!
buat proposal, cari tempat, permohonan ijin sekda, permohonan ijin KPT, wawancara, observasi, nyusun2 super ribet, ujian kelompok n last
UJIAN INDIVIDU!! (jreng jreng jreng)
untung kata senior2, dosen pembimbingku termasuk "enak"
fyuhh
terus ni malem rencananya mau slesein laporan internship ni
doain yaakkk!!
fighting!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

sahabat-sahabat saya
piggy, frendy, danu
ummi, saya dan jeane
love
xoxo

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

kamar, dimana saya menghabiskan waktu

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


Relawan Trauma Healing Merapi - Umbulharjo

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS



Keluarga Besar Administrasi Negara
angkatan 2009 kelas B




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Gaya Kepemimpinan Soeharto


Menurut saya gaya kepemimpinan soeharto sangat otoriter, sehingga soeharto lebih cenderung mmemusatkan perhatiannya ke bidang produksi, tanpa memperhatikan hubungan dengan bawahannya.

Hal tersebut diperjelas dengan sikapnya yang punya visi dan misi. Target jangka pendek dan jangka panjangnya sangat jelas. Mahir dalam strategi, detailis dan pandai dalam menggunakan kesempatan. Pembawaaannya formal dan tidak hangat dalam bergaul. Soeharto tidak kenal teman, pendukung, atau sekutu lama. Dia sangat ruthless memecat dan minyingkirkan orang yang dia pandang tidak berguna atau tampil sebagai rival.

Pemerintahan Soeharto yang di sebut Orde Baru memang mengambil alih kekuasaan dalam keadaan politik yang kacau, termasuk ketidakpastian ekonomi rakyat karena harga yang meningkat pesat dan tidak terjangkau oleh daya beli rata-rata masyarakat luas. Karena itu, sampai beberapa tahun kekuasaan beralih masalah ekonomi masih menjadi persoalan yang pelik.

Pemerintahan Soeharto pada waktu itu seperti tidak ada pilihan lain, kecuali mengubah dengan ekstrem fokus pembangunan di bidang ekonomi dengan cara yang luar biasa untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dan transformai menuju industrialisasi. Ide gagasan awal dari pola gerakan pembangunan ekonomi yakni pertumbuhan ekonomi akan menetes ke bawah dan tidak ada pemerataan tanpa pertumbuhan ekonomi, walaupun pada akhirnya yang dibagi hanya kemiskinan kepada masyarakat Indonesia. Permasalahan selanjutnya ketika pertumbuhan ekonomi benar-benar tercapai pada fase pertengahan kepemimpinan Soeharto sekitar 7-8% pada tahun 1967-1981, tetapi nampaknya tetap saja pemerataan tertinggal jauh di belakang. Landasan pembangunan ekonomi Soeharto, pada akhirnya mengakibatkan partisipasi masyarakat dalam sistem pemerintahan dianggap lebih mengganggu proses pembangunan.

Pada masa pemerintahan Soeharto, rakyat tidak bebas dalam bersuara, kebebasan rakyat dibatasi dengan banyak aturan, dalam berorganisasipun diatur oleh pemerintah secara nyata. Media Pers dibungkam dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 12 tahun 1982. UU ini mengisyaratkan adanya peringatan mengenai isi pemberitaan ataupun siaran. Organisasi massa yang terbentuk harus memperoleh izin pemerintah dengan hanya satu organisasi profesi buatan pemerintah yang diperbolehkan berdiri. Sedangkan untuk mengeliminir gerakan mahasiswa maka segera diberlakukannya NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Kebijakan ini ditentang keras oleh banyak organisasi mahasiswa. Hubungan kegiatan mahasiswa dengan pihak kampus hanyalah kepada mereka yang diperbolehkan pemerintah lewat mekanisme kontrol dekanat dan rektorat. Sehingga organisasi massa tak lebih dari wayang-wayang Orde Baru.

Sedangkan demi terwujudnya Negara yang bebas dari unsure PKI, Soeharto tak segan-segan dalam memberantas unsure PKI. Tindakan pembersihan dari unsur-unsur komunis (PKI) membawa tindakan penghukuman mati anggota Partai Komunis di Indonesia yang menyebabkan pembunuhan sistematis sekitar 500 ribu "tersangka komunis", kebanyakan warga sipil, dan kekerasan terhadap minoritas Tionghoa Indonesia. Belum lagi penculikan terhadap keluarga anggota PKI. Disini terlihat sekali bagaimana ambisiusnya seorang Soeharto untuk mewujudkan misi dan visinya tanpa menghiraukan hubungannya dengan masyarakat.

Ambisi yang lainnya saat menjadikan Timor Timur sebagai provinsi ke-27 (saat itu) juga dilakukannya karena kekhawatirannya bahwa partai Fretilin (Frente Revolucinaria De Timor Leste Independente /partai yang berhaluan sosialis-komunis) akan berkuasa di sana bila dibiarkan merdeka. Hal ini telah mengakibatkan menelan ratusan ribu korban jiwa sipil. Sistem otoriter yang dijalankan Soeharto dalam masa pemerintahannya membuatnya populer dengan sebutan "Bapak", yang pada jangka panjangnya menyebabkan pengambilan keputusan-keputusan di DPR kala itu disebut secara konotatif oleh masyarakat Indonesia sebagai sistem "ABS" atau "Asal Bapak Senang". Pemerintahan bagai dimonopoli agar dapat berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Soeharto.

Disini dapat dilihat bahwa dalam gaya kepemimpinan Managerial Grid, gaya kepemimpinan Soeharto masuk ke dalam Grid 9.1. Seorang pemimpin disebut sebagai pemimpin yang menjalankan tugasnya secara otokratis. Pemimpin semacam ini hanya mau memmikirkan tentang usaha peningkatan efisiensi pelaksanaan kerja, tidak mempunyai atau hanya sedikit rasa tanggung jawabnya pada orang-orang yang bekerja dalam organisasinya. Dan gaya kepemimpinanya lebih menonjol otokratisnya.


referensi :

http://www.knowledge-leader.net/2011/05/soeharto-dan-kepemimpinan-bangsa/


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS